Jorge Videla dan Reynaldo Bignone |
BUENOS AIRES - Pengadilan Buenos
Aires mengambil keputusan bersejarah. Kamis lalu (5/7), pengadilan
menjatuhkan vonis berat kepada dua diktator Argentina atas kasus
penculikan bayi pada kurun 1976-1983. Jorge Videla, 86, dan Reynaldo
Bignone, 84, masing-masing menerima hukuman 50 tahun dan 15 tahun
penjara.
Vonis terhadap Videla dan Bignone itu menorehkan prestasi dalam pemerintahan Presiden Cristina Fernandez de Kirchner. Hukuman berat terhadap dua mantan pemimpin tersebut membuktikan bahwa perempuan 59 tahun itu mampu menegakkan keadilan. Khususnya, mengadili para penjahat kemanusiaan. "Tidak ada tempat lain yang layak bagi pembunuh selain penjara," tegas Menteri Kehakiman Julio Alak.
Videla yang menjabat presiden de facto Argentina 1976"1981 dan Bignone yang berkuasa 1982"1983 tersebut terbukti terlibat dalam aksi penculikan bayi. Bersama tujuh terdakwa lain, dua mantan presiden sekaligus petinggi militer itu berperan dalam kasus penculikan sekitar 34 bayi. Tapi, pengadilan menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa lain yang juga sempat menjalani sidang.
Hukuman berat terhadap Videla dan Bignone itu sebenarnya cenderung bersifat simbolis. Sebab, dua tokoh tersebut sudah mendekam di penjara sejak 2010. Sebelumnya, mereka telah menjalani serangkaian sidang kasus kejahatan kemanusiaan. Dalam hampir semua kasus, keduanya dinyatakan bersalah. Hukuman yang dijatuhkan pun bervariasi.
"Videla dan Bignone bersalah dalam aksi penculikan tersistem, penahanan dan penghilangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun," beber Hakim Ketua Maria Roqueta. Videla dan Bignone yang hadir dalam sidang di ibu kota Argentina itu hanya diam. Ekspresi wajah mereka pun datar. Sebaliknya, ratusan pengunjung sidang yang sebagian besar keluarga korban bersorak-sorai.
Kelompok aktivis HAM, Grandmothers of the Plaza de Mayo, pun mengaku lega atas putusan tersebut. Apalagi, mereka sudah memperjuangkan kasus penculikan dan pembunuhan bayi itu sejak 1996.
Tidak kurang dari 500 bayi, menurut Carlotto, menjadi korban penculikan. Sejak terpisah dari orang tua mereka, bayi-bayi tersebut diasuh dan dibesarkan keluarga pendukung rezim Argentina kala itu. Selain membunuh dan menculik bayi serta anak-anak, Videla dan Bignone terlibat dalam aksi penghilangan sekitar 30.000 aktivis oposisi Argentina.
Dalam sidang kemarin, Pengadilan Buenos Aires membeberkan bahwa sebelum menculik bayi, rezim Videla menyekap 34 ibu hamil di ESMA (Sekolah Teknik Angkatan Laut Argentina). Selanjutnya, para ibu yang siap melahirkan itu menjadi korban penganiayaan di ESMA. Setelah melahirkan bayi mereka di lantai dua bangunan tersebut, para ibu itu kembali disiksa. Bahkan, mereka tak boleh bertemu bayinya.
Bayi-bayi yang terlahir di ESMA lantas diberikan kepada para serdadu Videla untuk dirawat. Sebagian yang lain diberikan kepada kenalan atau kerabat serdadu-serdadu yang terlibat dalam penyiksaan. Sedangkan para ibu yang masih berada dalam kondisi lemah pasca melahirkan itu lantas dibuang ke laut hidup-hidup. Mereka dijatuhkan dari pesawat-pesawat militer dalam keadaan telanjang. sumber : jpnn.com
Vonis terhadap Videla dan Bignone itu menorehkan prestasi dalam pemerintahan Presiden Cristina Fernandez de Kirchner. Hukuman berat terhadap dua mantan pemimpin tersebut membuktikan bahwa perempuan 59 tahun itu mampu menegakkan keadilan. Khususnya, mengadili para penjahat kemanusiaan. "Tidak ada tempat lain yang layak bagi pembunuh selain penjara," tegas Menteri Kehakiman Julio Alak.
Videla yang menjabat presiden de facto Argentina 1976"1981 dan Bignone yang berkuasa 1982"1983 tersebut terbukti terlibat dalam aksi penculikan bayi. Bersama tujuh terdakwa lain, dua mantan presiden sekaligus petinggi militer itu berperan dalam kasus penculikan sekitar 34 bayi. Tapi, pengadilan menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa lain yang juga sempat menjalani sidang.
Hukuman berat terhadap Videla dan Bignone itu sebenarnya cenderung bersifat simbolis. Sebab, dua tokoh tersebut sudah mendekam di penjara sejak 2010. Sebelumnya, mereka telah menjalani serangkaian sidang kasus kejahatan kemanusiaan. Dalam hampir semua kasus, keduanya dinyatakan bersalah. Hukuman yang dijatuhkan pun bervariasi.
"Videla dan Bignone bersalah dalam aksi penculikan tersistem, penahanan dan penghilangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun," beber Hakim Ketua Maria Roqueta. Videla dan Bignone yang hadir dalam sidang di ibu kota Argentina itu hanya diam. Ekspresi wajah mereka pun datar. Sebaliknya, ratusan pengunjung sidang yang sebagian besar keluarga korban bersorak-sorai.
Kelompok aktivis HAM, Grandmothers of the Plaza de Mayo, pun mengaku lega atas putusan tersebut. Apalagi, mereka sudah memperjuangkan kasus penculikan dan pembunuhan bayi itu sejak 1996.
Tidak kurang dari 500 bayi, menurut Carlotto, menjadi korban penculikan. Sejak terpisah dari orang tua mereka, bayi-bayi tersebut diasuh dan dibesarkan keluarga pendukung rezim Argentina kala itu. Selain membunuh dan menculik bayi serta anak-anak, Videla dan Bignone terlibat dalam aksi penghilangan sekitar 30.000 aktivis oposisi Argentina.
Dalam sidang kemarin, Pengadilan Buenos Aires membeberkan bahwa sebelum menculik bayi, rezim Videla menyekap 34 ibu hamil di ESMA (Sekolah Teknik Angkatan Laut Argentina). Selanjutnya, para ibu yang siap melahirkan itu menjadi korban penganiayaan di ESMA. Setelah melahirkan bayi mereka di lantai dua bangunan tersebut, para ibu itu kembali disiksa. Bahkan, mereka tak boleh bertemu bayinya.
Bayi-bayi yang terlahir di ESMA lantas diberikan kepada para serdadu Videla untuk dirawat. Sebagian yang lain diberikan kepada kenalan atau kerabat serdadu-serdadu yang terlibat dalam penyiksaan. Sedangkan para ibu yang masih berada dalam kondisi lemah pasca melahirkan itu lantas dibuang ke laut hidup-hidup. Mereka dijatuhkan dari pesawat-pesawat militer dalam keadaan telanjang. sumber : jpnn.com
0 komentar:
Posting Komentar